Al-Qur’an Sebagai Cahaya Kehidupan

Alangkah sedikitnya ilmu yang miliki dan alangkah beratnya zaman yang akan dihadapi kita dan anak-anak kita nanti. Dalam masa-masa yang berat itu kita tidak selamanya bisa mendampingi mereka. Bisa karena jauhnya jarak yang memisahkan antara kita dan mereka, atau bisa juga karena kemampuan kita yang semakin melemah seiring perjalanan waktu. Atau bisa juga anak-anak kita yang ingin mandiri dan tidak membutuhkan kita lagi.

Maka dalam situasi dan kondisi yang sulit itu, biarlah Al-Qur’an yang menjadi penjaga mereka. Biarlah Al-Qur’an yang akan menjadi penerang hati mereka dan membimbing mereka menuju kesuksesan.

Syekh Abul Hasan Al-Mubarakfuri pernah menyatakan bahwa hati yang di dalamnya tidak terdapat Al-Qur’an menjadi hancur, itu karena hidupnya hati dengan iman dan bacaan Al-Qur’an. Keindahan batin dengan i’tikad yang benar dan tafakkur tentang nikmat Allah. Maka tanpa hal itu, hati kita menjadi hancur dan kosong melompong. Hati hancur lebur, karena kehilangan ruhnya. Cerdas otaknya menjadi sia-sia saat di hatinya tak ada cahaya.

Al-Qur’an inilah sesungguhnya rahasia kebesaran dan kehormatan kita dan anak-anak kita. Kemuliaan Al-Qur’an ini tidak akan didapatkan bila kita menempatkan mushaf Al-Qur’an hanya menjadi pajangan di ruang tamu, penghias hape, atau hanya dibaca sebagai pembukaan acara-acara tertentu, mengobati orang yang sakit terutama karena akibat gangguan sihir dan jin, atau mengantarkan seseorang menjalani sakaratul mautnya dengan tenang.

Kita pun belajar Al-Qur’an tidak hanya untuk belajar mengeja huruf dan kata-katanya sesuai ketetuan ilmu tajwid. Tidak pula sekedar membacanya begitu saja, atau menikmati tilawah qari yang indah suaranya untuk mengantarkan kita agar tertidur dengan lelap.

Dan anak-anak kita, mereka bukanlah robot menarik yang bisa kita tampilkan ketika tamu datang, untuk mengundang decak kagum dan tepuk tangan ketika mereka ditampilkan. Ataupun sekedar menjadi juara-juara dalam perlombaan karena hapalan Al-Qur’an dan suara emas yang mereka miliki.

Sungguh, bukan untuk itu Al-Qur’an diturunkan.

Kitab mulia ini adalah hadiah Allah kepada kita agar kita bisa semakin dekat kepada-Nya, mengetahui jalan menuju kemuliaan, dan hidup dengan penuh kehormatan. Untuk meraih tujuan-tujuan itu kita mesti menyerahkan seluruh perasaan, kemauan, dan pikiran atau rasa, periksa, dan karsa kita untuk memahami kitab mulia ini, mengusahakan seluruh waktu waktu kita agar sesuai dengan tuntunannya.

Dengan demikian, barulah kita bisa berharap mendapatkan setitik keberkahan dari samudera keberkahannya yang begitu luas.

Seorang ahli hikmah berkata: Segala sesuatu bila ditinggalkan akan menjadi sampah, kecuali al Qur’an. Bila anda tinggalkan anda yang akan jadi sampah.

Satu ayatnya tidak bisa dibandingkan dengan milyaran rupiah. Satu ayat Al-Qur’an jauh lebih mahal. Sentuhan ayat Al-Qur’an telah membawa dunia menuju seberkas cahaya terang menyinari hidup manusia. Nabi Muhammad telah memanusiakan manusia dan mengubah peradaban umat dengan ayat-ayat yang mulia itu.

Kecintaan dan persahabatan yang terjalin dengan indah, dengan Al-Qur’an akan melahirkan keberkahan yang hebat dalam hidup.

Kecintaan itu terwujud dengan keinginan menghafal Al-Qur’an, dan benar-benar menjaga agar jangan sampai apa yang sudah dihafal pergi dan meninggalkan hati. Seperti unta, dia akan terus memberontak dan pergi meninggalkan pemilik yang ia tidak sukai. Tetapi akan mudah diatur bila apabila sudah terjalin hubungan yang baik antara unta dan pemiliknya.

Al-Qur’an sebagai cahaya kehidupan, akan menjadi penerang di setiap bagian kehidupan. Saat ditinggalkan, maka kegelapan tak bisa terhindarkan.

Leave A Reply

Navigate