KEMBALI KEPADA ALLAH

Ramadan memang telah berakhir, tetapi bukan berarti amal kebaikan yang telah kita lakukan dan biasakan selama ramadan akan berakhir pula. Sebagaimana kata Imam Abdullah al Haddad “Kun Rabbaniyan wa takun ramadaniyyan” jadilah hamba Allah, bukan menjadi hamba di bulan ramadan saja.

Ada sebuah kisah menarik tentang Imam Ahmad ibn Hawari yang datang kepada Imam Abu Sulaiman ad Darany, untuk bercerita. Apa kata Imam Ahmad ibn Hawari, “Lam utiril bariha, wa lam ushalli rak’atail fajri, wa lam ushallil fajri jama’ata” tadi malam saya tidak sempat shalat witir, saya tidak sempat melaksanakan shalat sunnah dua rakaat sebelum fajar, dan saya tidak sempat melaksanakan shalat fajar berjamaah. Apa jawab Imam Abu Sulaiman ad Darany, “bima qaddamta, wallahu laysa bidhallamin lil abid” karena apa yang engkau lakukan, dan sesungguhnya Allah tidak dzhalim terhadap hambanya.

Imam Sufyan at Tsauri pernah berkata, “hurrimtu qiyamallaili khamsata asyhurin bidzanbin adzdzabtuhu” saya terhalang tidak bisa melaksanakan qiyamullail (shalat malam) selama lima bulan karena satu dosa yang aku lakukan. Artinya apa, ternyata dosa-dosa ini dapat menghalangi kita dari melakukan kebaikan, menghalangi kita dari menikmati ibadah. Seperti firman Allah Swt, “wa ma ashabakum min mushibatin fa bima kasabat aydikum wa ya’fu an katsir” dan tidak ada satu pun yang menimpa kalian dari musibah kecuali hal itu terjadi karena apa yang kalian lakukan, dan Allah memaafkan jauh lebih banyak.

Musibah itu seharusnya menimpa kita jauh lebih banyak dari apa yang ada hari ini. Tapi karena Allah Mahapengampun, Mahamemaafkan, Mahapengasih, Mahapenyayang, kita pun mendapatkan akibat dari dosa kita itu sekian persen dari yang seharusnya kita dapatkan.

Dosa inilah sesuatu yang harusnya kita takuti dalam kehidupan. Sebab dosa itu akan mengakibatkan banyak kesialan dan kecelekaan dalam hidup kita. Dan tidak ada cara kita untuk memutus mata rantai dosa itu, kecuali dengan bertobat dan kembali kepada Allah Swt.

Para ulama menafsirkan ayat: “wa jazau syai’atun mitsluha” dan balasan keburukan adalah keburukan yang serupa. Ini berarti adanya silsilah atau rangkaian dosa. Sekali orang melakukan dosa, maka balasan dari dosa itu adalah, dosa berikutnya. Dan begitu seterusnya.

Bagaimana cara memutusnya? Kita tidak dapat memutusnya kecuali kita kembali kepada Allah Swt.
Imam Abu Sulaiman ad Darany berkata tentang para ulama, tentang para salafussaleh, “qallat dzunubuhum, faya’rifuna min ayna yu’taun” sedikit dosa mereka sehingga mereka tau kesalahan itu berasal, dari mana mereka mendapatkan musibah itu. “Wa kasurat dzunubi wa dzunubuka fala nadri min ayna nukta” dan terlalu banyak dosaku dan dosamu, sehingga kita tidak tau dosa mana yang membuat kita celaka.

Musibah terbesar adalah ketika kita tidak menikmati lagi ibadah. Seseorang datang kepada Imam Hasan al Bashri, lalu berkata, “Imam Hasan al Bashri, saya berbuat dosa, tapi kok saya sehat-sehat aja, saya nyaman-nyaman aja?” Imam Hasan al Bashri bertanya, “apakah sebelumnya kamu qiyamullail?” “Ya” jawab orang itu, “setiap malam?” “tidak, selama beberapa malam ini saya tidak qiyamullail lagi” “itulah akibat dosa.”

Musibah yang terbesar bukan musibah pada fisik. Tetapi musibah kita tidak diberikan kesempatan untuk lebih dekat kepada Allah Swt. Dan tidak ada cara lain kecuali kita bertaubat dan kembali kepadaNya.

Leave A Reply

Navigate