Melawan Godaan

Saya jadi teringat kisah seorang kawan di Mesir. Kawan ini yang punya tekad yang kuat melawan godaan dalam belajar Al-Qur’an.

Rumah kawan kita ini berada di tingkat paling atas di flatnya. Untuk turun dia harus melintasi sekitar 100 anak tangga tanpa lif, baru bisa sampai ke bawah. Dari situ ia masih harus berjalan jauh ke depan dan menyeberang jalan menuju ke halte terdekat. Di halte itu ia menunggu dan sangat menanti datangnya mobil 80 coret, 65 atau 353 yang bisa membawanya ke Darrasah. Suasana sekitar masih gelap sebab shalat shubuh baru usai dilaksanakan. Dingin masih masuk menusuk kulit, menembus jaket dan baju berlapis-lapis yang membungkus seluruh tubuh.

Kalau hanya mengikuti keinginan, di suasana pagi yang dingin seperti ini, enaknya adalah melanjutkan petualangan di kasur pembaringan. Udara yang dingin sangat mendukung untuk menikmati kesenyapan di balik selimut yang tebal dan tempat tidur yang empuk. Atau bagi yang sudah bangun dan melaksanakan kewajiban Shalat Shubuh, maka pilihan yang sangat baik seusai shalat adalah menyeruput segelas teh, sambil menikmati beberapa potong roti, sembari mengobrol dan bercanda dengan kawan-kawan di rumah.

Setelah minum teh itu, jadi lebih nikmat bila di rumah ada internet. Buka kompas, republika, detik, email, dan tentunya tidak lupa FaceBook, atau bagi penggemar game internet langsung buka Game Online. Kalau sudah depan internet, waktu tiba-tiba seakan terhenti. Semua pikiran dan keinginan terfokus dengan apa yang ada di hadapan. Dengan catatan hari itu tidak ada ada ujian atau pengambilan musa’adah di JS. Kalau ada dua hal tersebut, kursi panas depan internet dengan terpaksa harus ditinggalkan. Dalam dua kondisi itu, biasanya keadaannya selalu ramai,

Tapi tidak begitu dengan kawan yang sedang berada di Halte tadi. Dia masih menunggu datangnya bis yang hingga kini tak kunjung tiba. Maka datangnya bis itu menjadi kegembiraan pertama yang ia rasakan di pagi itu. Amat sangat gembira. Kegembiraan yang tidak dirasakan oleh banyak orang. Sebab dengan begitu ia bisa sampai ke tempatnya mengaji di Mesjid Ja’fari, menjumpai Syekh Asyaraf Hasanain di sana. Mesjid ini tepat berada di depan Terminal  Darrasah. Bagi para mahasiswa yang suka naik mobil 80 coret, 24 jim atau 3 jim, pasti tau, sebab ia adalah hilir dari mobil yang berhulu di Zahra’, Hay Sabi dan Hay Sadis itu.

Ternyata ia bukan orang pertama. Di mesjid itu sudah berkumpul banyak pelajar yang sebagian besar berwajah Asia dengan mushaf di tangan masing-masing. Mereka sudah antri untuk membaca Al-Qur’an di hadapan Syekh Asyraf dan murid-muridnya. Suasana begitu khusyu dan tenang. Jarang ada orang yang bercakap-cakap kecuali ketika perlu. Semua orang sibuk dengan mushaf yang di tangan masing-masing. Semua orang mengaji dan mengaji. Dan satu lagi: semuanya kelihatan menggigil menahan dingin. Apalagi bagi yang baru dari tempat wudhu. Dinginnya tidak terperikan.

Di mesjid itu, berkumpullah orang-orang yang mempunyai semangat yang tinggi setiap pagi. Cuaca yang dingin tidak berhasil meruntuhkan semangat mereka untuk belajar tajwid Al-Qur’an, mengasah kemampuan baca Al-Qur’an dengan baik dan benar sebagaimana diturunkan, dan mendapatkan sanad Al-Qur’an sampai ke Rasulullah bila mereka telah mengkhatamkan Al-Qur’an.

Keterampilan membaca Al-Qur’an dengan baik adalah hal paling utama bagi pelajar dan mahasiswa yang menuntut ilmu agama. Sebab ia adalah mata air dari seluruh ilmu yang ia pelajari. Ketika kembali ke tanah air, bacaannya akan dijadikan standar di kalangan masyarakatnya. Tidak indah rasanya orang yang dijadikan panutan itu bacaannya masih banyak kesalahan dalam tajwid dan makharijul hurufnya. Tentang dalil membaca Al-Qur’an dengan baik ini saya yakin kita sudah sama ketahui.

الشيخ أشرف حامد حسنين

Untuk ikut mengaji di Mesjid Al-Ja’fari itu tidaklah sulit. Cukup datang menemui Syekh Asyraf, bilang saya ingin ikut mengaji. Langsung bisa mengaji hari itu juga. Bisa tilawah dengan melihat mushaf, bisa juga dengan menghapal. Banyak kawan-kawan dari Indonesia dan negara-negara lainnya yang sudah berhasil menamatkan hapalan Al-Qur’annya di hadapan Syekh Asyraf. Engkau tidak akan pernah kesepian di sana, kawan. Sebab di sana juga sudah banyak kawan-kawan kita yang antri mengaji.

Yang paling menyakitkan memang adalah saat-saat melawan dingin itu. Tapi setelah ujian semangat itu terlewati, segalanya akan menjadi sangat indah. Amat sangat bermanfaat untuk bekal di masa mendatang.

(Disarikan dari Buku 10 Jurus Hafal Al Quran)

Leave A Reply

Navigate