Oleh: Dr. Umarulfaruq Abubakar, Lc., M.HI.
Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Dimuliakan Allah..
Rasa syukur tak putus-putusnya kita haturkan kepada Allah yang mempertemukan kita dengan hari-hari yang paling utama sepanjang tahun ini.
Hari-hari yang penuh karunia dimana setiap amal kebaikan dilipatgandakan
pahala dan balasannya dibandingkan hari-hari lainnya.
Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah Saw. menegaskan bahwa tidak ada suatu hari pun amal shaleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada harihari ini, yaitu 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, “Sekalipun jihad di jalan Allah?” Rasulullah menjawab “Sekalipun jihad di jalan
Allah, tidak bisa mengungguli pahala amal di 10 hari pertama Bulan Dzulhijjah
ini. Kecuali ada seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya kemudian tidak kembali sedikit pun darinya.”
Puncaknya adalah hari ini, tanggal 10 Dzulhijjah, saat kita merayakan Idul Adha dengan amalan terbaiknya menyembelih hewan qurban, sebagai bentuk ketundukan kita melaksanakan perintah Allah Swt. Tidak akan sampai daging dan darah hewan itu kepada Allah. Yang sampai kepada-Nya adalah iman dan ketaqwaan kita dalam melaksanakannya.
Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia
Di hari yang mulia ini, totalitas penghambaan kita kepada Allah kembali diperbaharui. Keimanan di hati ini kembali dikokohkan melalui lantunan pengagungan kepada Allah dalam takbir, tahlil, dan tahmid yang dikumandangkan oleh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Demikian pula suara talbiyah yang tak putus-putusnya dibaca oleh para jamaah haji di Makkah, Arafah, Mina, dan tempat-tempat sekitarnya. Labbaikallâhumma labbaik, labbaika lâ syarika laka, labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk, lâ syarîka lak.
Melalui takbir, kita kembali menyadari bahwa segala kebesaran dan keagungan hanyalah milik Allah semata. Melalui tahlil, kita segarkan kembali komitmen untuk hanya menyembah Allah yang Maha Esa. Melalui tahmid, kita ungkapkan segala kesyukuran atas limpahan nikmat tak terkira sepanjang masa. Melalui talbiah, para jamaah haji memenuhi panggilan Allah, berkomitmen untuk menjaga keyakinan tauhid, mengakui sepenuh hati bahwa segala kerajaan dan kenikmatan hanyalah milik Allah semata. Di hari-hari ini, bumi dan langit bergetar dengan kumandang suara takbir, tahlil, tahmid dan talbiyah dari para hamba Allah yang memperbaharui komitmen keyakinannya.
Allahu Akbar.. Allahu Akbar… Allahu Akbar Wa Lillahil Hamdu
Kesempurnaan keyakinan dan ketundukan sebagai hamba Allah ini dapat kita teladani dari kehidupan Nabi Ibrahim alaihissalam. Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah teladan sempurna, dalam penyerahan diri kepada Allah dan contoh yang agung tentang kesungguhan dalam menjalankan dan mendakwahkan ajaran-ajaran islam.
وَإِذِ ٱبْتَلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّى جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى ٱلظَّٰلِمِينَ
“Dan ingatlah ketika Rabbmu menguji Ibrahim dengan beberapa perintah, kemudian Ibrahim melaksanakan dengan sempurna semua perintah-perintah itu” (QS. Al Baqarah: 124)
Ketundukan yang sempurna ini memang kadang tidak dapat dipahami oleh akal pikiran dan tak dapat diterima oleh perasaan. Yang bisa menerimanya hanyalah jiwa yang penuh dengan keimanan dan keyakinan. Dan Nabi Ibrahim alaihissalam telah menunjukkan kepada kita bagaimana keimanan dan keyakinan yang sempurna itu.
Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk bertauhid, maka beliau pun bertauhid, walaupun harus berhadapan dengan seluruh dunia. Sebab hanya dirinya seorang yang bertauhid pada saat itu. Allah perintahkan beliau untuk mendakwahkan ajaran islam kepada penguasa paling zalim pada zamannya, maka beliau pun datang dengan gagah berani. Nabi Ibrahim bahkan menghancurkan patung-patung yang dipertuhankan oleh penduduk negeri, berdiri tegar menghadapi maut yang tampak di depan mata seorang diri.
Setelah selamat dari kobaran api Raja Namrud, Nabi Ibrahim alaihissalam kembali mendapatkan perintah untuk membawa keluarga ke tengah padang pasir dan meninggalkan mereka di sana. Orang tua mana yang tega meninggalkan bayinya di padang pasir hanya bersama ibunya yang lemah?
Nabi Ibrahim pun demikian. Beliau tentu tidak rela melepas anak dan istrinya di padang tandus itu. Tapi sekali lagi ini adalah perintah Allah, dan perintah Allah adalah di atas segala-galanya. Bahkan ketika turun perintah yang sangat berat lagi, yaitu menyembelih putranya yang tercinta, Nabi Ibrahim pun membuktikan ketulusan penghambaannya yang utuh kepada Allah.
Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia
Nabi Ibrahim adalah panutan kita sebagai hamba Allah yang sejati. Allah sendiri telah memerintahkan Rasulullah untuk mengikuti jejak langkah Nabi Ibrahim.
ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. An-Nahl: 123)
Sungguh kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita bertekad untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara kaaffah. Yaitu dengan menjadikan perintah Allah sebagai prioritas utama dalam hidup ini, menempatkan larangan Allah sebagai pantangan hidup yang harus kita hindari, dan menerima semua ketentuan Allah dengan penuh kepasrahan hati.
Inilah makna dari ungkapan “Radhitu billahi rabbaa” Aku puas Allah sebagai Rabbku, sebagai pengatur dan pelindungku. Maka aku tidak perlu khawatir menjalani hidup, atau menggantungkan nasib kepada manusia. Sebab aku yakin ada Allah yang mengatur dan melindungiku.
“Wa bil Islami dinaa” Aku puas Islam sebagai agamaku, sebagai konsep dan jalan hidupku. Maka aku tidak mencari konsep hidup selain konsep hidup yang sudah diajarkan oleh Islam.
“Wa bi Muhammadin Nabiyyan Wa Rasuula” Dan aku puas Muhammad sebagai Nabi dan Rasulku. Menjadi teladan dan pedoman utama dalam hidupku. Maka aku jadikan kehidupan Rasulullah mulia dan utama sebagai tuntunan menjalani kehidupanku.
Dari Nabi Ibrahim alaihissalam kita belajar untuk memasrahkan jiwa sepenuhnya kepada Allah, seperti yang tampak dalam ucapan beliau:
اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۚ
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan teguh kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Al An’am: 79)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd…
Hadirin Jamaah Idul Adha Yang Berbahagia
Selain sebagai bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah, sarana meraih ganjaran dan pahala yang sangat besar, ajaran hidup Islami juga sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan lebih tinggi dari nilai-nilai kemanusian yang dikenal saat ini. Hal itu karena Islam adalah agama kasih sayang yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Islam menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan, dan melarang keras tindakan kebencian dan perpecahan. Rasulullah sangat melarang tindakan kekerasan dan permusuhan kepada orang lain, walaupun berbeda keyakinan, apalagi masih sesama muslim.
Adanya perintah untuk berqurban, selain sebagai sebuah ibadah kita kepada Allah Ta’ala, perintah ini juga memberikan pesan pendidikan untuk saling berbagi kepada sesama. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh cuek dan menutup mata ketika melihat tetangga dan masyarakat kita dalam keadaan lapar dan kesusahan. Kita diwajibkan untuk peduli, memberikan uluran tangan, berusaha membantu siapa pun yang memerlukan bantuan.
Ibadah qurban merupakan wujud kepedulian sosial. Dengan berbagi daging qurban kepada yang membutuhkan, kita dapat mempererat tali persaudaraan, mengurangi kesenjangan sosial, dan membantu meringankan beban hidup sesama. Selain memperoleh pahala besar, berqurban juga mengajarkan kesalehan, kedermawanan, kepedulian sosial, dan rasa kasih sayang kepada umat Islam.
Iman mengantarkan kita kepada kasih sayang diantara sesama, kasih sayang membawa kita kepada kebersamaan. Keimanan yang kuat kepada Allah dapat mengumpulkan urusan-urusan yang berserakan dan menyatukan hati-hati yang bermusuhan. Sementara kasih sayang menjadikan kita tidak jemu menebar kebaikan di mana pun kita berada.
Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk meneguhkan keyakinan, menjadi pribadi-pribadi yang shaleh dan selalu menebar kebaikan.