Akibat konflik itu, kadang berpengaruh kepada kekurangan bahan makanan. Kita sering menyaksikan betapa penyakit busung lapar mewabah dengan luas di Afrika. Baik karena ketiadaan makan dan obat-obatan, atau karena makanan yang sudah tercampur racun atau unsur kimia yang tidak baik bagi kesehatan. Kedinginan tanpa selimut, kedinginan tanpa tempat bernaung.
Air minum pun tidak ada. Kalau pun ada, ia bersumber dari tempat yang kotor. Bahkan ada yang mengatakan bahwa air yang ada di kamar mandi di rumah kita, jauh lebih bersih dari air yang dijadikan sumber minum banyak orang yang ada di Afrika sana.
Ada pula yang kekurangan makanan karena tidak mampu membeli. Hidup dengan serba kekurangan. Tidak punya uang walau hanya untuk membeli sesuap nasi yang membuatnya bertahan untuk hidup.
Sementara kita saat ini masih ada makanan yang bisa kita nikmati. Bentuknya beraneka macam, dengan berbagai warna dan rasa. Mulai dari makanan yang ringan sampai makanan berat. Semua ini menggerakkan kita untuk bersyukur, berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang terkira.
***
Suadaraku…
Apakah anda pikir agar bahagia dalam harus punya banyak uang? Tanyalah orang-orang kaya itu, apakah mereka bahagia dengan hartanya yang banyak itu? Belum tentu. Kebahagiaan terbit dari dalam hati. Segala yang berada di luar kita hanya sekedar pendukung untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Kalau dari dalam diri kita belum membentuk bahagia, maka apa yang ada hanya menambah sengsara dan derita. Bahkan kekayaan membuat orang mengalami depresi dan bunuh diri.
Penulis buku Big Brain Big Money menceritakan kisah yang menarik tentang para pengusaha super kaya yang bunuh diri akibat krisis.
Pada tahun pada tahun 1930-an, Jesse Livermore adalah pialang paling hebat di wall street. Livermore adalah seorang pialang legendaries yang meraup untung miliaran USS dalam sekejap. Dia menganjurkan untuk menjauhi aksi spekulasi. Bahkan ada buku Reminiscences of a stock operator (1932) yang menjadi bacaan wajib bagi pialang saham. Namun Jesse Lauriston Livermore bunuh diri 28 Maret 1933.
Ada juga Ivar Krueger, The Macth King, tewas mengenaskan dengan cara bunuh diri di tempat dan waktu yang berbeda.
Tahukah Anda pada tahun 1932, tujuh tahun sebelum great depression, mereka adalah orang terkaya yang tidak terpengaruh krisis bahkan punya pengaruh luar biasa terhadap pasar Modal.
Richard Whitney, Presiden New York Stock Exchange ditahan di penjara Sing Sing, dibebaskan pada Agustus 1941. Dilarang bertaransaksi saham sama sekali oleh hakim Amerika Serikat. Konon Richard Whitney meninggal dunia di New Jersey ditempat persembunyianya.
Charles M Schwab, pemilik Betlehem Steel, raja baja dunia satelah Andrew Carnegi, meninggal dunia tahun 18 Otober 1939 dengan meninggalkan hutang US$ 300.000. Saat meninggal konon ia tidak sanggup membayar pajak rumahnya sendiri.
Lalu ada tragedi yag mirip kasus Livermore. Di Jerman Adolf Merkle, pengusaha kaya raya pemilik Heidelberg Cement (pemegang saham PT.Indocement Tunggal Perkasa) mengakhiri hidupnya dengan membiarkan diri ditabrak kereta api di Blauburen, pada 5 Januari 2009. Total kekayaaan diperkirakan US$ 12.8 miliar (Rp 450 Triliun). Ia adalah orang terkaya ke 94 versi majalah Forbes. Kerugian yang dideritanya mencapai US$ 3.6 miliat atau Rp 15 triliun. Reuters mengatakan gairah entrepreneur-nya anjlok, putus asa dan ia mencabut nyawa sendiri. Tahun 2008 turun peringkat menjadi terkaya nomor 96 masih satu dari lima orang terkaya di Dunia.
Di negara kita pernah terjadi kasus yang serupa. Mungkin kita pernah dengar nama Julianus Indrayana, Presdir PT.Jasabanda Garta. Ia ditemukan tidak bernyawa di salah satu kamar Hotel Ibis di Jakarta. Konon dia menulis surat wasiat yang intinya ia tak mampu menahan beban derita sebagai pemain saham.
Kasus terakhir, Afwan Surya Hendra. Manajer PT.Sarijaya Permana Sekuritas ditemukan gantung diri di garasi rumahnya di Condet, Jakarta timur. Rp 1,6 miliar jadi Rp 50 jutaan, 7000 nasabah uangnya nyangkut, punya saham tapi tidak bisa dicairkan.
Sayuti Michael, nasabah Bank century jambi, stress berat akibat RP 125 juta reksa dana nyangkut tidak bisa ditagih. Ia terjun dari Hotel Abadi, Jambi.
Walaupun begitu miskin bukan jaminan bahagia, kaya bukan jaminan derita. Begitu pula sebaliknya. Uang bukan pangkal kebahagiaan.
Tidak perlu terlalu jauh. Ketika kita bisa makan sepiring nasi dan sepotong ikan di hari ini, maka sungguh sebuah kenikmatan yang luar biasa. Hari yang lalu telah berlalu, bergabung ke satuan kenangan, menjadi sejarah hidup yang silam. Hari esok belum datang, masih dalam kegaiban, penuh misteri dan harapan. Hari ini adalah milik kita sebenarnya.
Kenapa kita masih suka membiarkan diri terbelenggu oleh kesedihan masa silam, dan selalu dibayang-bayangi kecemasan masa depan, padahal hari ini kita dapat makan dengan enak, dapat hidup dengan nyaman, aman dan tentram?
Saat-saat berkumpul saat makan malam bersama istri dan anak adalah saat indah yang paling membahagiakan. Saat-saat itu amat mahal harganya dan tidak bisa dibeli oleh uang berapa pun juga.
Sungguh menakjubkan, sebuah ucapan alhamdulillah yang penuh ketulusan dapat memberikan kebahagiaan yang luar biasa, yang sering tidak kita dapatkan walau memiliki uang puluhan juta rupiah.
Ketiga nikmat ini; kesehatan, keamanan, dan ketersediaan makanan adalah unsur utama dalam menjaga keutuhan hidup. Saat ini memilikinya, maka sekan-akan kita telah memiliki dunia lengkap dengan segala isinya. Sebab kenikmatan yang lain hanyalah pelengkap. Ketika kita memiliki unsur ini, ditambah lagi dengan kenikmatan yang lain, maka kita sudah mendapatkan anugerah yang luar biasa.
Suatu ketika datang seseorang datang kepada sahabat Amr bin Ash mengadukan kesusahan dan kefakiran hidupnya.
“Apakah saat ini kamu merasa sehat?” tanya Amr.
“Ya, saya merasakan kesehatan” jawab orang ini
“Apakah kamu merasa aman?”
“Ya, saya merasa aman”
“Apakah kamu punya persediaan makanan?”
“Ya saya punya”
“Kalau begitu kamu telah memiliki dunia “
“Saya juga masih memiliki pembantu”
“Kalau begitu kamu adalah raja” kata Amr bin Ash.
***
Ketika seseorang tetap saja tidak qana’ah dan merasa cukup dengan nikmat yang telah diperolehnya, maka Rasulullah pun mengingatkan:
ابنَ آدَمَ، عِنْدَكَ مَا يَكْفِيْكَ، وَأَنْتَ تَطْلُبُ مَا يُطْغِيْكَ، ابْنَ آدَمَ، لَا بِقَلِيْلٍ تَقْنَعُ، وَلَا بِكَثِيْرٍ تَشْبَعُ، ابْنَ آدَمَ، إِذَا أَصْبَحْتَ مُعَافًى فِي جَسَدِكَ، آمِنًا فِي سِرْبِكَ، عِنْدَكَ قُوْتُ يَوْمِكَ، فَعَلَى الدُّنْيَا الْعَفَاءُ. رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ
“Wahai manusia, engkau sudah memiliki kecukupan, tapi masih saja mencari sesuatu yang melalaikanmu. Wahai manusia, engkau tidak qana’ah dengan yang jumlah sedikit, dan tidak puas dengan jumlah yang banyak. Wahai manusia, apabila engkau berpagi-pagi dalam keadaan tubuh yang sehat, hidup yang aman, dan mempunyai bahan makan, maka tidak perlu mendekat kepada dunia” (HR. at-Thabrani)
***