Tangisan Anak Kecil Ketika Shalat

Selain bersuka-cita menyambut kedatangan Ramadan, orang-orang bersemangat untuk meramaikan masjid. Baik dari kalangan tua, muda, bahkan anak-anak. Apalagi, di Ramadan kali ini berbeda dengan Ramadan tahun kemarin di mana masjid-masjid banyak yang tidak terisi dikarenakan wabah pandemi Covid-19 yang tengah berada di puncak-puncaknya. Saat ini, meskipun pandemi belum juga berakhir, tetapi dengan penegakan protokol kesehatan yang memadai, masjid kembali diramaikan.

Perihal masjid dan shalat di dalamnya, terdapat kisah mengharukan yang pernah terjadi di zaman Rasulullah Saw.
Suatu ketika, saat shalat Isya, Rasulullah Saw menjadi imam. Bagi beliau, shalat tidak hanya sebagai sebuah kewajiban, tetapi juga merupakan penyejuk jiwa. Di situlah saatnya ia bertemu dan merasa lebih dekat dengan Rabbnya. Tiba-tiba terdengarlah suara tangisan seorang anak kecil.

Apa yang dilakukan oleh beliau Saw?

“Sungguh, ketika telah masuk dalam shalat, aku ingin memanjangkannya,” ujar beliau Saw menerangkan kejadian malam itu. “Namun, karena mendengar tangisan anak kecil, maka aku pun mempercepat shalat. Sebab, aku mengerti perasaan sedih ibunya disebabkan tangisan itu.”

Rasulullah Saw terkenal senang bermain dan bercanda dengan anak kecil. Sebuah hal yang aneh bagi orang-orang jahiliyah saat itu. bahkan di antara mereka ada yang berbangga karena tidak pernah mencium buah hatinya sekalipun. Seakan-akan, itulah lambang keperkasaan seorang laki-laki. Yaitu, saat ia tidak terpengaruh oleh perasaannya walaupun sekadar mengungkapkan rasa sayang kepada anaknya sendiri.

Sahabat Usamah bin Zaid pernah bercerita:
“Ketika aku kecil dulu, Rasulullah Saw pernah mendudukkan aku di satu pahanya dan mendudukkan Hasan di paha yang satunya. Kemudian, beliau merangkul kami berdua, seraya berdoa, “Ya Allah, cintailah keduanya, sungguh aku mencintai mereka berdua”.

Saat seorang anak menangis di tengah banyak orang, hati sang ibu akan merasa sangat sedih, khawatir, dan mungkin sedikit malu. Anaknya yang masih kecil tiba-tiba menangis, mungkin karena lapar, haus, kepanasan, atau banyak hal lainnya. Untuk mendiamkannya, kadang perlu waktu yang lama. Bukan salah ibu, bila bayi itu menangis, dan bukan salah bayi itu juga karena dia belum tahu apa-apa. Ketika semua mata melihat kepada sang ibu dengan pandangan kesal, maka alangkah perihnya hati ibu itu. Di shaf yang lainnya, sang bapak juga merasa tidak tenang.

Oleh karena itu, ketika menyampaikan seminar atau ceramah, tiba-tiba ada anak yang menangis, maka seharusnya seorang penceramah atau pengisi seminar bisa mengerti perasan sang ibu, bersimpati dengan keadaan yang ada. Hentikanlah ceramah meskipun hanya sejenak. Berikan kesempatan kepada sang ibu untuk mendiamkan anaknya. Jangan sampai merasa kesal, lalu tetap memaksakan diri untuk terus menyampaikan materinya, bahkan menyudutkan sang ibu dengan kata-kata lucu sehingga membuat peserta lain tertawa atau malah meminta ibu itu dan anaknya keluar ruangan. Bayangkan, pasti betapa hancurnya perasan dan hati ibu tersebut.

Dengan demikian, jika kita melihat dan mengikuti teladan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, sungguh alangkah betapa indahnya teladan yang terdapat dalam diri beliau. Yang mengajarkan kita, sikap empati yang sangat mendalam. Maka benarlah apa kata Al-Qur’an “Wa innaka la’ala khuluqin adzhim” dan tidaklah terdapat di dalam diri Muhammmad Saw, kecuali suri teladan yang baik.
~~~~~~~

Disarikan dari buku Kisah-Kisah Mengharukan dalam Kehidupan Rasulullah Saw karya Umar al Faruq Abubakar

Leave A Reply

Navigate