Dari sekian juta manusia di dunia ini, kita yang dipilih oleh Allah untuk menerima amanah ini, sekaligus memberi kita kesempatan untuk mengukir kehidupannya.
Imam Al-Ghazali pernah berkata, “Anak adalah amanat di tangan kedua orangtuanya. Hatinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah, belum dipahat maupun dibentuk. Mutiara ini dapat dipahat dalam bentuk apa pun, mudah condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajari dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu. Dampaknya kedua orangtuanya akan hidup berbahagia di dunia dan akhirat. Semua orang dapat menjadi guru dan pendidiknya”
“Namun apabila ia dibiasakan dengan keburukan dan dilalaikan seperti hewan, pasti si anak akan celaka dan binasa. Dosanya akan melilit ke leher orang yang seharusnya bertanggungjawab atasnya dan menjadi walinya. Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Setiap anak dilahirkan atas fitrahnya. Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani”
Akan kita bawa kemana anak-anak kita?
Mereka terlahir dalam keadaan tidak tahu apa apa. Mereka penuh pasrah dengan apa yang akan kita lakukan kepada otak, hati, dan fisik mereka.
Bila kita didik mereka dengan baik, kita berharap kelak di hari kemudian nanti kita akan bisa mempersembahkan manusia terbaik untuk umat manusia. Sebaliknya, bila kita sia siakan pendidikan mereka, sejatinya kita tengah merancang sebuah masa depan yang buruk untuk mereka. Kita sedang merancang sebuah kejahatan besar.
Abul Atahiyah mengisyaratkan dalam sebuah bait syairnya
Seorang anak tumbuh dewasa di antara kita
Sesuai dengan apa yang dibiasakan oleh bapaknya
Seorang pemuda tidaklah beragama dengan begitu saja
Kerabatnyalah yang membiasakannya beragama
Rumah memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kejiwaan anak. Dan apabila rumah memiliki semua pengaruh ini kepada anak, maka wajib hukumnya mewujudkan tujuan sebenarnya, yaitu si anak harus diliputi oleh segala sesuatu yang dapat menumbuhkan ruh keagamaan dan kebaikan dalam dirinya. Demikian nasihat Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh Dr. Muhammad Nur Abdul Aziz Suwaid dalam bukunya, Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lith thifl”
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyampaikan sebuah nasehat yang keras kepada para orang tua,
“Barangsiapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan apa yang bermanfaat bagi anaknya dan meninggalkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orang tua, yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama dan sunnah-sunnahnya”
“Para orang tua itu melalaikan mereka di waktu kecil, sehingga mereka tidak sanggup menjadi orang yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri tidak memberi manfaat bagi orang tua mereka.”
“Sebagian orang tua ada yang mencela anaknya karena telah bersikap durhaka.
Sang anak membantah dengan ucapan, “Wahai bapakku, engkau sendiri telah mendurhakaiku di masa aku kecil, maka sekarang aku mendurhakaimu setelah engkau tua. Sewaktu aku kecil engkau melalaikanku, maka sekarang aku pun melalaikanmu di masa tuamu”
***
Ayah Bunda…
Sebelum kita berharap anak-anak berbuat baik kepada kita, kitalah yang terlebih dahulu berusaha berbuat baik kepada mereka. Sebelum mereka akhirnya “berbakti” kepada kita, kitalah seharusnya yang duluan berbakti kepada mereka. Agar kelak mereka tidak berbuat durhaka kepada kita akibat perbuatan durhaka kita kepada mereka.
Kita sering berbicara kenakalan anak, tapi lupa memeriksa apakah sebagai orang tua, kita tidak melakukan kenakalan yang lebih besar. Dan akibat kenakalan kita yang lahir kurang ilmu dan kurang sabar, akhirnya potensi anak-anak menjadi terpendam dan ia tidak mampu bangkit dengan segala potensi yang dimilikinya.
Ingatlah selalu, anak-anak kita adalah hadiah terindah dari Allah Azza wa Jalla untuk kita.
(Disarikan dari buku “Jurus Dahsyat Mudah Hafal Al Quran Untuk Anak” karya Umarulfaruq Abubakar)