“La haula wala quwwata illa billah adaah obat dari 99 penyakit. Yang paling ringan adalah kesusahan hati.” (HR. Baihaqi dan Ath-Thbarani).
Pembaca yang budiman…
Berikut ada kisah nyata dan menarik tentang kedahsyatan hauqalah ini.
Hati Malik Al-Asyja’i dan istrinya dirundung kesedihan. Bagaimana tidak, putra mereka yang tersayang, Auf bin Malik Al-Asyja’i, sudah beberapa hari tidak kembali ke rumah karena diculik oleh musuh. Suasana duka meliputi keadaan keluarga itu.
Berharap mendapatkan solusi yang terbaik, Malik menemui Rasulullah Saw. untuk mengadukan permasalahan yang ia hadapi beserta kesedihan yang menmpa mereka.
Pada saat itu Rasulullah Saw. hanya meminta Malik dan istrinya untuk bersabar sambil terus memperbanyak mengucapkan kalimat La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim.
Sementara itu di tempat musuh, Auf diikat dengan rantai dari besi yang sangat kuat. Sudah berulang kali Auf mencoba menggerakkan rantai besi itu, tapi sungguh sangat kokoh sehingga harapan untuk melepaskan diri sangat kecil.
Namun pada hari itu, Auf merasa ikatan di tangannya terasa renggang. Ia coba menggerak-gerakkan dan ternyata ia mampu melepaskan ikatan itu dari tangan dan kakinya dengan mudah. Dengan perlahan ia keluar dari penjara sampai ke depan pintu gerbang. Ia heran karena sama sekali tidak melihat penjaga satupun.
Ketika ia keluar gerbang, di halaman benteng itu terdapat banyak sekali unta. Ia segera mengambil kuda dan unta-unta yang ada itu mengikutinya.
Auf segera kembali ke rumah. Malik ayahnya merasa sangat terkejut melihat anaknya berada di depan pintu. Tambah terkejut lagi karena halaman rumah itu sudah dipenuhi oleh unta yang sangat banyak. Malik langsung menghadap Rasulullah Saw. melaporkan kembalinya Auf dan menanyakan status unta yang ikut bersama Auf itu.
Akhirnya turunlah ayat :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا .وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.“ (QS. Ath-Thalâq ayat 2-3)
Demikian Ibnu Katsir menuturkan kisah ini dalam kitab tafsirnya.
Dalam riwayat yang lain, yang Auf bawa pulang ada 4000 ekor domba. Semua itu akhirnya menjadi milik Auf. Dia mendapatkan rezeki yang tidak disangka-sangka.
Kisah ini memberikan banyak inspirasi. Salah satunya adalah seruan untuk bertakwa kepada Allah dan senantiasa bertawakkal kepadanya. Siapa yang bertakwa dan tawakkal maka Allah akan menjamin kemudahan dalam hidupnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka sebelumnya.
Sesungguhnya pertolongan Allah kepada hamba-Nya sesuai dengan tingkat keyakinan sang hamba, semakin seseorang yakin dengan pertolongan Allah, sama semakin dekat pertolongan itu menyapa. Siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah yang akan mencukupi keperluan hidupnya. Allah senang dengan orang yang bertawakkal, yang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah, selalu meminta bimbingan dan petunjuk-Nya, dengan berusaha mendapatkan pintu-pintu rezeki yang telah disiapkan untuknya.
Kisah Auf bin Malik hanya satu dari banyak kisah hebat yang pernah terjadi dan sangat mungkin hal yang sama terjadi kepada kita, asal kita mau mengikuti jurus-jurus jitu yang disampaikan oleh Rasulullah: yaitu bersabar, bertakwa, dan memperbanyak mengucapkan La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim. Ada baiknya kita coba lalu kita buktikan bersama keampuhan kalimat penyerahan diri kepada Allah ini.
Penyerahan Diri Sepenuhnya Kepada Allah
Ucapan La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil azhim berarti tidak ada upaya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah Swt. Ucapan ini adalah bentuk penyerahan diri dan pengharapan yang sepenuhnya kepada Allah Swt. Ucapan ini memberikan optimisme yang luar biasa dalam hati kita: bahwa Allah mampu mewujudkan segala apa yang kita inginkan, bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, tidak takabbur dengan semua usaha yang dilakukan, sebab ujung-ujungnya adalah atas kehendak Allah.
Sungguh kita akan meraskan kebahagiaan yang luar biasa bila kita yakin, bahwa di balik alam penciptaan alam semesta ini, di balik setiap episode kejadian dunia ini, ada zat yang Maha Kuat dengan kekuasaan-Nya yang maha hebat dan tak terhingga yang mengatur dan mengendalikannya.
Dalam sebuah hadits yang datang dari Umar bin Khathab yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sesungguhnya Baginda Rasulullah Saw. telah bersabda; “Jika saja kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, ia pagi-pagi lapar dan sore hari telah kenyang”
Hadit ini menunjukkan sesungguhnya orang yang benar-benar bertawakkal kepada Allah, maka ia dijamin akan mendapatkan rezeki sebagaimana burung. Lihatlah burung-burung itu, di pagi hari mereka dalam kondisi lapar. Karena lapar mereka terbang entah ke mana, yang penting mereka terbang.
Burung tidak punya sawah, kebun, kantor atau perusahaan. Yang penting mereka keluar dan bertawakkal kepada Allah. Mereka keluar dari sarangnya dan terbang menyusuri bumi Allah yang sangat luas ini. Ia keluar tanpa membawa duit, ia pergi dengan tangan dan perut yang kosong namun tanpa kekhawatiran. Senja hari ia pulang dalam keadaan kenyang dan juga membawa pulang makanan untuk anak-anaknya masih masih kecil.
Kita harus terbang. Bila tidak terbang rezeki pun tak datang. Burung yang tidak terbang tidak akan mendapatkan apa-apa, ia akan terus lapar. Tidak tidur-tiduran dan bermalas-malasan. Kita malas, tak akan mendapatkan apa-apa.
Terbang itu adalah kata lain dari sebuah sebuah usaha keras (ikhtiar). Bila ingin mendapatkan rezeki kita harus terbang, itulah hakikat tawakkal yang sesungguhnya. Kita harus keluar menjemput apa yang telah Allah tentukan untuk kita.
Kita menjemputnya di kantor, di sawah, di perusahaan, di jalan-jalan, di tempat pekerjaan itu. Tawakkal bukan kata lain dari malas. Malas adalah musuh tawakkal, sebab tawakkal itu penyerahan diri kepada Allah atas segala hasil usaha yang telah kita lakukan.
Hakikat Tawakkal
Ketika kita hanya percaya pada Allah, itulah tawakkal. Ketika kita sadar bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali atas kehendak Allah, dan apa pun yang terjadi semua atas kebijaksanaan Allah, itulah tawakkal. Tawakkal ialah ketika kita menerima kehendak Allah dengan hati yang lapang, tanap merasa marah atau bertanya-tanya tentang kehendaknya.
Tawakkal ialah ketika kita beriman dan yakin seyakin-yakinnya dengan segala keputusan yang diberikan Allah. Mudahnya, tawakkal adalah ketika kita mengikatkan diri dan hati hanya kepada Allah dan pasrah dengan takdir-Nya. Seorang yang bertawakkal, ia sadar bahwa tiada kekuatan untuk memperoleh kebaikan atau menghindari perbuatan jahat, kecuali atas izin Allah dan semua berkah, dan semua berkah dan bencana adalah akibat dari putusan Allah.
Jadi Kapan kita bertawakkal?
Tawakkal itu kita lakukan sepanjang hidup, sepanjang hari. Terutama ketika melakukan sebuah pekerjaan. Kita bertawakkal kepada Allah sebelum melakukan sebuah pekerjaan, dengan harapan Allah memberi kita kekuatan dan petunjuk agar bisa mulai melaksanakannya dengan baik.
Kita bertawakkal kepada Allah saat melakukan sebuah pekerjaan dengan keyakinan bahwa ia tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut tanpa bimbingan Allah, dan berharap agar Allah selalu mengarahkan dirinya ke arah baik selama dalam pekerjaan tersebut.
Bertawakkal kepada Allah di akhir pekerjaan adalah dengan menyerahkan seluruh hasil kepadanya Allah. Inilah usaha yang bisa kita lakukan, berharap semoga dapat bermanfaat dan Allah menerima ini sebagai sebuah amal kebaikan.
Hadits tentang burung yang terbang itu, menurut Imam Ahmad, menunjukkan kepada kita agar rajin berusaha, rajin bekerja. Hadits itu juga menunjukkan agar kita tidak meninggalkan pekerjaan dan tetap giat bekerja.
Jika kita telah bertawakkal kepada Allah di kala kita berangkat menjemput rezeki sampai kita kembali lagi pulang ke rumah kita, dan kita menyadari dengan sepenuhnya bahwa kebaikan itu hanya di tangan Allah, maka kita tidak akan kembali pulang ke rumah melainkan dalam keadaan selamat dan mendapatkan rezeki, sebagaimana burung.
***
Suatu hari, Imam Ahmad ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya berdiam di rumah dan di mesjid saja seraya berkata, “Aku tidak akan bekerja apa-apa sehingga rezeki datang menghampiriku dengan sendirinya. Semua kuserahkan kepada Allah”
Apa jawaban Imam Ahmad?
Beliau berkata, “Sungguh betapa bodohnya lelaki itu. Ia adalah adalah lelaki yang tidak berpengatahuan. Ia tidak tahu bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku di bawah bayangan panahku”
Rasulullah Saw. saja untuk menjemput rezeki Allah masih perlu berburu. Kalimat “Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku di bawah bayangan panahku” menunjukkan sesungguhnya jika beliau tidak pergi berburu maka rezeki Allah tidak akan turun kepada beliau. Dan begitulah makna tawakkal yang sesungguhnya: kita harus berburu dulu. Kita harus terbang dulu. Kita harus ikhtiar dengan sungguh-sungguh dulu. Baru setelah itu hasilnya kita pasrahkan kepada Allah.
***
Pembaca yang budiman
Ada sebuah pertanyaan yang menarik….
Apa sih ukuran ikhtiar yang sungguh-sungguh itu? Sehingga setelah ikhitiar itu kita boleh menyerahkan seluruh hasilnya kepada Allah?
Di buku Rasulullah Bussines School, Ust.Rich menuturkan sebuah kisah yang menarik.
Hal ini pernah juga ditanyakan kepada Imam Ahmad. Inilah yang beliau lakukan untuk memberikan penjelasan kepada murid-muridnya.
Beliau mengajak murid-muridnya ke sebuah lapangan, dan mengajak mereka lari berputar mengelilingi lapangan. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam kali putaran dan seterusnya, murid-murid Imam Ahmad berguguran. Mereka kelelahan dan keletihan. Mereka berhenti dan istirahat.
Tinggallah Imam Ahmad yang berlari sendirian mengelilingi lapangan dengan nafas yang tersengal-sengal dan keringat bercucuran. Para murid merasa kasihan dan meminta agar Imam Ahmad beristirahat terlebih dahulu. Imam ahmad diam saja. Beliau terus berlari mengelilingi lapangan hingga pingsan. Melihat gurunya pingsan, para murid Imam Ahmad segera membawanya ke dalam rumah.
Tidak berapa lama, Imam Ahmad pun siuman. Lalu berkata kepada muridnya, “Wahai murid-muridku, sesungguhnya aku ingin menunjukan ikhtiar kepada kalian..“
***
Oleh: Dr. H. Umarulfaruq Abubakar, Lc., M.HI