Saudaraku, punya dua mata, telinga, dan lengkap panca indra adalah karunia. Pikirkan dan Syukurilah! Ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita.
Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ke bawah kedua telapak kaki.
{Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggupmenghitungnya.}(QS. Ibrahim: 34)
Sahabatku, betapa besarnya fungsi pendengaran, yang dengannyaAllah menjauhkan kita dari ketulian. Coba renungkan dan raba kembali mata kita yang tidak buta. Ingatlah dengan kulit kita yang terbebas dari penyakit lepra dan supak. Dan renungkan betapa dahsyatnya fungsi otak yang selalu sehat dan terhindar dari kegilaan yang menghinakan.
Adakah Anda ingin menukar mata Anda dengan emas sebesar gunung Uhud, atau menjual pendengaran Anda seharga perak satu bukit? Apakah Anda mau membeli istana-istana yang menjulang tinggi dengan lidah Anda, hingga Anda bisu? Maukah Anda menukar kedua tangan Anda dengan untaian mutiara, sementara tangan Anda buntung?
Begitulah, sebenarnya kita berada dalam kenikmatan tiada tara dan kesempumaan tubuh, tetapi kita tidak menyadarinya. Kita tetap merasa resah, suntuk, sedih, dan gelisash, meskipun kita masih mempunyai nasi hangat untuk disantap, air segar untuk diteguk, waktu yang tenang untuk tidur pulas, dan kesehatan untuk terus berbuat.
Kita acapkali memikirkan sesuatu yang tidak ada, sehingga lupa mensyukuri yang sudah ada. Jiwa mudah terguncang hanya karena kerugian materi yang mendera. Padahal, sesungguhnya kita masih memegang kunci kebahagiaan, memiliki jembatan pengantar kebahagian, karunia, kenikmatan, dan lain sebagainya. Maka pikirkan semua itu, dan kemudian syukurilah!
{Dan, pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan.}
(QS. Adz-Dzariyat: 21)
***
Pembaca yang budiman.
Seringkali kekuatan jiwa itu mengalahkan kesempurnaan anggota tubuh.
Presiden AS Franklin D. Roosevelt hidup dengan kaki yang lumpuh, dan tubuh bagian bawahnya harus dibantu untuk menaiki kursi rodanya. Namun begitu, ia bisa membawa Amerika keluar dari masa Depresi Besar dan mengukir namanya dalam sejarah sebagai salah satu pemimpin yang paling dihormati.
Pernah dengar nama Hirotada Ototake? Ia seorang pemuda yang lahir tanpa kedua kaki dan tangan. Kedua tangannya hanya berupa tonjolan tulang yang panjangnya tak lebih dari 20 cm. Demikian halnya dengan kakinya. Waluaupun begitu, dia memiliki motivasi hidup yang luar biasa. “Anda tidak perlu lahir normal untuk memperoleh kebahagiaan” tulis Hirotada Ototake dalam bukunya No One’s Perfect.
Hari ini dia telah menjadi orang sukses dan memberikan motivasi kepada banyakk orang di seluruh dunia.
Saya jadi teringat dengan guru saya. Beliau tidak bisa melihat sama sekali. Beliau buta sejak lahir. Kemana mana harus dituntun, kakinya lumpuh dan tidak bisa digunakan dengan berjalan. Kemana mana harus digendong. Untuk belajar, bukunya harus dibacakan oleh kawan-kawannya yang lain. Ke sekolah beliau harus dipapah.
Ketika kecil, ayah dan ibunya hanya bisa berkata, “Apa yang bisa dilakukan oleh anak yang buta dan cacat seperti ini?” Namun semua itu tidak menyurutkan semangat beliau untuk belajar. Beliau menerima keadannya dengan penuh ridha dan kesyukuran. Dengan segenap kekurangan itu ia menyelesaikan pendidikan S1, S2 dan S3 di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir yang terkenal selektif dalam meluluskan mahasiswa S2 dan S3nya. Tidak hanya itu, beliau kemudian diangkat menjadi ketua jurusan dakwah dan kebudayaan Islam di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir.
Untuk menyampaikan pidato dan khutbah jumat beliau harus digendong dari kursi rodanya. Suaranya lantang ketika pidato, dan merdu saat membaca ayat-ayat Al-Quran. Beliau adalah Dr. Muhammad Zaki Utsmân.
Lalu, di barisan pejuang Palestina, Syekh Ahmad Yasin adalah tokoh terdepan. Dengan telinga yang hampir tidak bisa mendengar, mata yang rabun, dan tubuh yang lemah, dan kaki yang pincang, beliau bisa menggerakkan perjuangan.
Dengan segenap kekurangan mereka berbuat, mensyukuri potensi yang ada untuk dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya. Kita yang mempunyai anggota tubuh yang lengkap ini, apa yang sudah kita lakukan?
***
Oleh: Ustadz Umarulfaruq Abubakar, Lc., M.H.I