Ribuan tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di kegersangan kawasan yang meranggas, di atas bukit-bukit bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan. Nabi Ibrahim Alaihissalam, Abul Millah, dan cita-citanya yang kelak terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin. Jutaan manusia kemudian mencoba merefleksikan makna tersebut pada berbagai bentuk ritual yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai refleksi rasa syukur dan sikap penghambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara itu, pandemi memaksa jutaan yang lain terhalang memasuki Tanah Suci Makkah, untuk melaksanakan rukun Islam ke lima. Jika kita merindu Makkah, sesekali abaikanlah bayangan tentang gedung-gedung yang menjulang gagah, juga jam raksasa yang berdetak mengabarkan kian dekatnya saa’ah. Tapi biarkan khayal itu menyusuri bukit-bukit dengan kerikil pecah, yang di tengahnya dulu terjepit sebuah lembah. Di situlah semua bermula, dalam doa di…