Imam Muqatil bin Sulaiman pernah bercerita, bahwa saat menjelang ajalnya, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan sebelas orang anaknya. Beliau memberikan nasihat kepada mereka, dan saat itu beliau meninggal dunia, dengan tidak meninggalkan warisan kecuali sembilan dinar. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran seorang khalifah. Beliau beralasan, kalau anaknya baik, maka yang akan mengurusnya Allah Swt, “wa huwa yatawallassalihin” Allah yang akan mengurus orang-orang saleh. Tapi kalau mereka jahat, saya tidak mau ikut-ikutan membantu kejahatan mereka. Sementara itu, khalifah Hisyam bin Abdul Malik juga memiliki sebelas orang anak. Ketika ia meninggal dunia, dia meninggalkan warisan untuk setiap satu orang anaknya, 1 juta dinar. Imam Muqatil bin Sulaiman kemudian bercerita, “Demi Allah, saya pernah menyaksikan saat dimana anak-anaknya khalifah Umar bin Abdul Aziz menyumbang untuk perang, untuk jihad, dengan memberikan kuda dan perlengkapan-perlengkapan jihad dst. Sementara di hari yang sama saya menyaksikan anaknya Hisyam bin Abdul Malik meminta-minta di pasar. Artinya apa,…
Madrasah Ramadan
Pernah mendengar kisah Quzman az Zhufri? Dalam buku sejarah yang ditulis oleh Ibnu Hisyam (Tarikh Ibnu Hisyam), itu diceritakan bahwa Quzman az Zhufri merupakan salah satu prajurit yang berada di barisan kaum muslimin saat perang Uhud. Dia berperang dengan luar biasa. Maju dengan gagah berani tanpa ada rasa takut sedikit pun. Sekali tebasan pedangnya langsung dapat menghancurkan musuh-musuh pada saat itu. Semua prajurit kaum muslimin sangat takjub dengan keberanian dan kegagahan Quzman az Zhufri ini. Sampai setelah peperangan berakhir, para pasukan menemukan tubuh Quzman az Zhufri tergeletak dengan satu anak panah yang menancap di tubuhnya. Adapun tentang keberanianya saat di medan perang, tidak ada yang meragukan, mereka semua memuji kehebatannya, mereka semua memuji kegagahannya, dan dengan bangga mereka mengatakan “Huwa syahid, huwa fil jannah” orang ini telah syahid dan tempatnya adalah surga. Tapi, apa kata Rasulullah? “huwa fin naar” dia di neraka. Pernyataan Rasulullah ini tentunya membuat para sahabat kaget.…
Berlomba Menggapai Cahaya Keilahian
Ramadan itu bulan perlombaan. Berlomba-lomba melakukan kebaikan. Berlomba-lomba menjadi orang baik. Berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Tak ada paksaan memang, tetapi, dengan hadirnya Ramadan alam bawah sadar kita selalu mengarahkan kita untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Baik itu secara pribadi, atau pun dalam lingkup sosial. Meminjam istilahnya Gus Mus, saleh secara ritual juga saleh secara sosial. Suatu ketika, Rasulullah Saw pernah bersabda kepada para sahabatnya, “Qad ja’akum syahrun ‘adzhimun mubarak” telah datang kepada kalian sebuah bulan yang sangat agung dan penuh berkah. Mengapa? “Futtihat fiihi abwabul jannah” ketika pintu-pintu surga di buka oleh Allah Swt, “wa gulliqat abwabun naar” pintu-pintu neraka ditutup, “wa suffidat sayatin” dan setan-setan dibelenggu. Kita telah berjumpa dengan Ramadan. Bahkan, setengah dari bulan Ramadan telah kita lalui. Jadi, tunggu apalagi. Inilah saatnya kita melipat gandakan setiap perbuatan kita menjadi jauh lebih berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan lainnya. Jika melihat jauh kisah tentang para sahabat, para tabiin, para ulama,…